Santo Hieronimus berkata, "Tak Kenal Kitab Suci, Tak Kenal Kristus"

Selasa, 19 April 2016

101 TANYA JAWAB KITAB SUCI: MENGAPA MEMBACA KITAB SUCI (6)

18. Apa yang akan Romo berikan sebagai alasan terpenting untuk membaca Kitab Suci?
Mungkin  perlu  dibedakan antara   jawaban   teologis   dan  jawaban  praktis.  Secara teologis, jelas, membaca Kitab  Suci  penting  karena  Kitab Suci adalah sabda Tuhan. Orang Katolik sering dituduh kurang menghormati Kitab Suci, walau sebenarnya Konsili Vatikan  II menyatakan,  bahwa  Gereja  tidak berada di atas sabda Tuhan melainkan melayaninya. Kita menerima sabda Tuhan dalam kitab Suci  sama  dengan  sabda yang menjadi daging dalam perayaan Ekaristi.
Jawaban teologis seperti di atas mungkin terasa kering  bagi banyak  orang.  Kini  akan saya sampaikan alasan praktis dan pribadi.  Alasan  yang  saya  anggap  paling  penting  untuk membaca  Kitab  Suci  ialah:  sebagai  orang  Kristen  saya menyadari bimbingan Tuhan bagi Gereja. Kitab Suci menawarkan pengalaman   umat  Allah  yang  begitu  panjang.  Pengalaman mencari kehendak ilahi dalam berbagai situasi.  Dalam  Kitab Suci  saya  pasti menemukan situasi yang sama dengan situasi saya atau situasi Gereja. Bila dalam buku-buku rohani  orang menemukan  hubungan antara pribadi tertentu dengan Tuhan, di dalam Kitab Suci orang  mendapati  hubungan  pribadi  maupun kolektif  yang  telah  dijalin  selama dua ribu tahun dengan Tuhan, dalam situasi yang amat bervariasi. Salah  satu  daya tarik  dan  keistimewaan  membaca  Kitab  Suci  adalah  bila menemukan  bahwa  pengalaman  yang   dilukiskan   didalamnya ternyata  sama  dengan  pengalaman  kita  sendiri.  Apa yang dahulu  pernah  diperbuat  oleh  Tuhan,  kini   juga   masih dijalankan-Nya.
19. Sebutan Kitab Suci sebagai sabda Tuhan amat tidak jelas. Salahkah saya bila berpikir bahwa Sabda Tuhan mempunyai arti yang berbeda bagi setiap orang?
Tidak. Saya kira anda  tidak salah.  Istilah  itu  memang  agak  kabur.  Yang  biasa saya sampaikan  barangkali  hanya  bagaimana  saya  memahami  dan menggunakannya.   Pemahaman  dan  penggunaan  yang sama juga diterima oleh  orang-orang  yang  berkecimpung  dalam  dunia studi Kitab Suci.

Untuk  menganalisis  'sabda  Tuhan'  saya  akan mulai dengan menjelaskan  predikat  'Tuhan'  lebih   dahulu.   Yang   mau dikatakan  dengan  predikat  itu adalah bahwa kumpulan karya itu berasal dari Tuhan, atau berkaitan dengan  Tuhan.  Tuhan membimbing umat-Nya dengan berbagai sarana, misalnya melalui Gereja, ajaran-ajaran resminya dan keluarga.  Ia  membimbing bukan  hanya  orang-orang yang beragama Kristen, tetapi juga orang Yahudi dan bahkan  orang  yang  beragama  lain.  Tuhan tidak  pernah  membiarkan  orang dengan kemauan baik mencari Dia. Hanya saja dalam tradisi  Yahudi-Kristen,  Tuhan  telah membimbing secara unik melalui bentuk tulisan yang merupakan pantulan  pergaulan-Nya  dengan  umat  Israel   dan   Gereja Perdana. Alkitab adalah semacam perpustakaan mengenai Israel dan Gereja Perdana.  Di  dalam  perpustakaan  itu  tersimpan pengalaman dasar yang bisa dijadikan pedoman oleh umat Allah di masa berikutnya.
Dengan istilah 'sabda' kita mengakui bahwa  di  dalam  Kitab Suci   ada   unsur   manusiawi.   Yang  bisa  berbicara  dan mengeluarkan suara  untuk  didengar  hanya  manusia.  Setiap perkataan   dalam   Kitab  Suci  ditulis  oleh  manusia.  Ia memikirkan kata-kata yang mencerminkan arti  dan  pengalaman manusiawi  di  masa  penulis  masih  ada.  Jadi  kalau boleh dikatakan secara umum, sebenarnya ada semacam  inkarnasi  di dalam Kitab Suci. Tuhan menyampaikan bimbingan-Nya dalam dan melalui perkataan manusia. Mungkin unsur 'kata' atau 'sabda' inilah   yang  menyebabkan  keanekaragaman  pemahaman  sabda Tuhan. Pemahaman  yang  sastrawi  mengandaikan  bahwa  Tuhan seakan-akan  mendiktekan  kata demi kata dan manusia tinggal menuliskannya. Atau setidak-tidaknya Ia  mendiktekan  secara mental.  Semakin  besar  pengakuan  orang atas karya manusia dalam menyusun dan memilih  kata-kata  Kitab  Suci,  semakin orang  mengakui bahwa Kitab Suci sungguh merupakan kombinasi ilahi dan  manusiawi.  Pemahaman  yang  sastrawi  menganggap Kitab  Suci tanpa kesalahan dan merupakan sumber pengetahuan yang utuh. Setiap pernyataan  Kitab  Suci  senantiasa  benar secara  harafiah  dan sudah sempurna. Semakin orang mengakui unsur manusiawi di dalam Kitab  Suci,  semakin  ia  menerima keterbatasannya  dalam  hal  pengetahuan, dan bahkan mungkin kesalahannya juga.
20. Apa yang anda maksudkan dengan Kitab Suci sebagai  perpustakaan?
Kita sering  menyebut  Kitab Suci  dalam  bentuk  tunggal,  sepertinya ia hanya satu buku saja. Dengan begitu kita memang menghormati asal ilahi Kitab Suci.  Namun  sebenarnya Kitab Suci merupakan suatu kumpulan dari 70-an kitab. Bandingkan dengan pertanyaan  Nomor  5  di atas.  Tetapi  gagasan  'perpustakaan'  yang  saya maksudkan tidak hanya menyangkut soal jumlah kitabnya saja. Yang lebih penting   ialah   pengakuan   bahwa  Kitab  Suci  mengandung buku-buku   yang   mempunyai   bentuk   dan   jenis   sastra berbeda-beda,  ditulis  pada  waktu  dan tempat yang berbeda pula. Mungkin kitab  Perjanjian  Lama  pertama  baru  muncul tahun  800  -  900  sebelum  M, walau tradisi yang tersimpan didalamnya  sudah   tertulis   ratusan   tahun   sebelumnya, sedangkan  kitab Perjanjian Baru terakhir barangkali ditulis pada akhir abad pertama. Jadi kira-kira jangka  penulisannya berlangsung  selama  1000 tahun. Dalam jangka waktu demikian lama  itu,  para  penulis  Kitab   Suci   tentu   menghadapi bermacam-macam   problem.   Mereka  juga  mewakili  berbagai tingkat  pandangan  teologi.  Keanekaragaman   problem   dan tingkat  pandangan  teologis  itu, mempengaruhi para penulis dalam mengungkapkan wahyu ilahi.
Kita tidak mengandaikan bahwa orang yang menulis Kitab  Suci melihat   keseluruhan  persoalan  secara  utuh.  Penglihatan mereka sebagian  dipengaruhi  oleh  orang-orang  sejamannya. Pengertian  bahwa  Tuhan  berbicara  melalui  manusia  yaitu mengkomunikasikan, tidak menghilangkan keterbatasan ini.  Ia senantiasa  berurusan  dengan manusia sebagaimana keadaannya dan menghormati kemanusiannya.
21. Dampak praktis apa yang ditimbulkan, kalau kita mengakui Kitab Suci sebagai suatu kumpulan buku-buku dalam suatu perpustakaan, dan bukan sebagai satu buku saja?
Di  sini  kelihatan  bahwa 'istilah' mempunyai dampak praktis. Seandainya ada seseorang datang  kepada  saya  dan  berkata  'Kitab  Suci  mengatakan begini,'  kecenderungan  tanggapan  saya adalah, 'Kitab yang mana?' Atas topik tertentu, orang  akan  memperoleh  jawaban berbeda-beda dari para pengarang Kitab Suci.
Lagi  pula,  pendekatan  terhadap  Kitab  Suci sebagai suatu perpustakaan mempengaruhi pengharapan para  pembaca  sewaktu mereka  membuka  halaman-halaman kitab tertentu. Dalam suatu perpustakaan  modern,  buku-buku   disusun   menurut   pokok persoalan. Ada bagian sejarah, biografi, novel, drama, puisi dan lain-lain. Kalau seseorang pergi ke perpustakaan mencari buku  tertentu,  ia  akan  ditanya oleh penjaga perpustakaan "buku apa?" Pertanyaan serupa juga sangat  penting  diajukan kalau  orang mau membaca Kitab Suci. Banyak kesalahan serius dalam menafsirkan Kitab Suci  diakibatkan  karena  perkiraan yang  tak  beralasan,  bahwa  semua  kitab  dalam Kitab Suci adalah  sejarah.  Sckarang  buku-buku  diberi  sampul   yang langsung  memberi  tahu pembaca jenisnya, sehingga ia dengan sendirinya menyesuaikan harapannya atas dasar informasi itu. Tak  seorang  pun mengambil buku tulisan Abdul Muis misalnya berharap memperoleh informasi akurat tentang  seorang  tokoh yang hidup di Jakarta pada puluhan tahun yang lalu.
Kitab-kitab Suci tidak diberi sampul seperti itu. Tugas para ahlilah membuat pengantar yang bisa membantu untuk  mengenal buku-buku  tersebut.  Sia-sia saja orang berusaha mengetahui ukuran kerongkongan  ikan  hanya  karena  ingin  membuktikan kesejarahan   cerita   Yunus.   Kalau   ada  pengantar  yang memberitahu pembaca bahwa itu adalah cerita perumpamaan, dan bukan sejarah, pasti menghilangkan kebingungannya.
22. Apakah Romo masih percaya pada inspirasi Kitab Suci?
Tentu  saja  saya  masih percaya.  Dan  sejauh  saya  tahu, para ahli Kitab Suci yang sangat  disegani  juga  tidak   menolak   hal   itu   sejauh implikasinya   dimengerti   secara  benar.  Kenyataan  bahwa pertanyaan  ini  muncul  setelah  saya  menerangkan   adanya berbagai macam dan jenis buku dalam Kitab Suci, mensyaratkan bahwa implikasi kenyataan itu pada  inspirasi  tidak  jelas. Sering dikira bahwa inspirasi bisa membuat segalanya menjadi historis. Tidak. Bisa saja ada  puisi  yang  diinspirasikan, begitu  pula drama, legenda, fiksi dan lain-lain. Jika kitab

Yunus diakui sebagai perumpamaan  dan  bukan  sejarah,  maka inspirasi   dari   Tuhanlah   yang   menyebabkan  kitab  itu diinspirasikan. Kebenaran yang disampaikannya tentang hasrat Tuhan  untuk  mempertobatkan  seluruh  bangsa, agar mengakui nama-Nya dan memilih jalan hidup yang  membawa  kebahagiaan, adalah  kebenaran  yang  bisa  diterima sebagai berasal dari sabda Tuhan yang  diinspirasikan.  Inspirasi  tidak  berarti percaya  bahwa  orang  tertentu  bernamaYunus pernah ditelan oleh seekor ikan besar. Kita baru perlu memikirkan  hal  itu hanya    kalau    kitab   Yunus   merupakan   sejarah   yang diinspirasikan. Begitu juga  dengan  bab-bab  pertama  kitab Kejadian.  Kendati  bab-bab  itu  tidak kita golongkan dalam 'ilmu pengetahuan,' hanya  dalam  'legenda'  religius,  kita tetap  menerima  mereka sebagai yang menyampaikan kebenaran, bahwa  dunia  diciptakan  oleh  Tuhan.   Kita   tidak   akan mengakuinya  sebagai  kisah  ilmiah tentang asal-usul dunia. Mungkin saja itu suatu kisah  yang  dikenal  pengarang  dari legenda  bangsanya atau bangsa lain, yang digunakannya untuk menyampaikan kebenaran yang diyakininya, yaitu  bahwa  Tuhan berkuasa  atas  segala  sesuatu  dan  pencipta semesta. Jadi tidak ada pertentangan antara menerima adanya inspirasi  dan menerima  adanya berbagai jenis, bentuk dan gaya dalam Kitab Suci.

Baca juga:

Tidak ada komentar:

Posting Komentar