23.
Mengetahui bahwa tidak semua yang dikisahkan dalam Kitab Suci terjadi secara
harfiah, pasti menjadi batu sandungan bagi banyak orang.
Saya tidak yakin sejauh mana hal itu berlaku umum, karena pembaca sekarang
sudah semakin kritis, terutama di negara-negara maju. Dugaan saya, karena pendidikan sejak
Sekolah dasar hingga
Sekolah Lanjutan, orang sudah
menyadari bahwa sebagian
buku Kitab Suci bukanlah kisah
historis. Menjadi sandungan
atau tidak, tergantung bagaimana
hal itu disampaikan.
Menurut hemat saya, tidak ada gunanya kalau
seorang berdiri di mimbar atau di depan kelas dan mengatakan,
bahwa hal ini atau itu tidak
pernah sungguh-sungguh terjadi.
Saya mempunyai sebuah contoh, walau secara pedagogis dan teologis tidak
begitu bagus, "Para majus dari Timur itu tidak pernah ada." Saya paham bahwa ada keberatan serius untuk
meragukan kesejarahan kejadian para majus dalam Kisah Masa Kanak-kanak Matius. Akan
tetapi kepastian dalam
menentukan ada atau tidaknya para majus, tetap berada
di luar wewenang
ahli Kitab Suci. Sungguh sukar untuk membuktikan penolakan mutlak tersebut.
Maka bahkan dalam lingkungan yang
murni ilmiah pun, sebaiknya
orang tidak mangatakan
hal itu. Secara pedagogis, saya tidak melihat
bagaimana hal itu bisa membawa manfaat
bagi para pendengar.
Apa lagi kalau diucapkan di dalam gereja, karena orang ke gereja justru
ingin mengetahui lebih baik perihal
Allah. Bagaimana mereka bisa semakin dekat dengan Allah dengan
diberi tahu bahwa para majus tidak pernah
ada? Secara teologis, pernyataan negatif semacam itu hanya mengalihkan
perhatian dari maksud
cerita yang sebenarnya, dan
menyampaikan gagasan, bahwa cerita itu hanya ingin menyampaikan fakta saja.
Menurut pendapat saya, kalau
orang ingin berkotbah
atau mengajar tentang kisah
para majus dalam suasana religius, sebaiknya ia menyampaikan latar
belakang Perjanjian Lama yang
indah mengenai orang bijaksana dari Timur yang membawa wahyu ilahi bagi
Israel. Bandingkan kisah
Bileam. Dengan begitu para
pendengar dapat menangkap pesan
Injil Matius. Orang kafir berpedoman pada sumber pengetahuan yang
mereka miliki, sampai pada
kesimpulan untuk menyembah
Allah. Memang, mereka masih tetap memerlukan bimbingan Kitab
Suci Yahudi untuk menentukan
di mana Raja orang Yahudi lahir. Kalau orang
bisa menunjukkan bahwa
injil Matius ingin menceritakan kembali
kisah dari Perjanjian Lama itu,
maka dengan sendirinya akan tersampaikan, bahwa kisah dari
para majus dari Timur bukanlah
kisah historis. Tanpa menunjukkan bahwa
suatu cerita tidak
historis, orang justru
tidak meremehkan nilai teologis
cerita ini. Maka
menjawab pertanyaan terselubung anda, rasanya tidak akan menjadi batu sandungan menyampaikan atau mengajarkan masing-masing
kitab sesuai dengan jenis
sastranya. Jika sejarah
hendaknya disampaikan
sebagai sejarah, jika
perumpamaan hendaknya disampaikan sebagai
perumpamaan. Hanya saja
pengajarnya harus peka terhadap
baik maksud buku
maupun maksud penyampaian.
Akan saya tunjukkan implikasi dari hal
diatas. Kadang kala karena
takut menyebabkan skandal, orang
mengira lebih baik memperlakukan kisah tidak historis sebagai historis
dengan harapan tidak menimbulkan
persoalan. Ini gagasan yang salah dan
berbahaya. Kebenaran
Tuhan perlu dilayani sebaik-baiknya. Berbahaya
mengajarkan sesuatu yang
oleh kaidah ilmu pengetahuan dinyatakan salah. Cepat atau lambat mereka
yang diajar bahwa kisah Yunus historis dan bab-bab pertama Kejadian
adalah ilmiah, tentu
akan menyadari kesalahannya. Konsekwensinya mungkin
mereka menolak kebenaran ilahi
yang disampaikan dalam bab-bab itu.
Dalam mengolah bagian Kitab
Suci manapun, orang
tidak usah memunculkan persoalan
yang tidak dimengerti oleh pendengar. Merahasiakan masalah
yang sangat rumit
tidak berarti mengajarkan secara
salah.
Dalam mengajarkan Kisah Masa Kanak-kanak
Yesus, saya tidak akan
mempersoalkan
kesejarahannya. Tetapi saya juga
tidak akan secara tersurat
maupun tersirat mengatakan
bahwa peristiwa-peristiwa
yang ada di sana
historis dan harus dipercaya.
Kita perlu hati-hati agar
tidak menilai para pendengar terlalu
naif. Saya tidak terlalu percaya kalau anak-anak SD
mendengar kisah para majus dari
Timur dalam hatinya tidak
bertanya apakah kisah itu sungguh-sungguh atau hanya sebuah 'cerita.' Tantangan
yang dihadapi para pengajar adalah
menemukan jalan tengah antara
membenarkan bahwa itu sungguh
terjadi dan mengisyaratkan bahwa
itu hanyalah 'sebuah cerita.'
Cerita yang di dalamnya merupakan kebenaran ilahi disampaikan kepada kita.
24.
Sejauh mana kita boleh menganggap bahwa kisah-kisah Kitab Suci tidak
benar-benar terjadi? Bagi saya tidak ada masalah bahwa dunia tidak diciptakan
dalam enam hari dan kehidupan berkembang secara evolutif. Akan tetapi bagaimana
tentang Adam dan Hawa? Menurut pastor, saya harus percaya bahwa mereka
sungguh-sungguh pernah ada.
Mungkin
baik bahwa pastor anda
mengatakan hal seperti
itu. Waktu saya
masih di Seminari saya pun
diajar secara sangat
harafiah mengenai keberadaan Adam
dan Hawa. Sebagian
itu karena pengaruh Komisi Kitab
Suci Kepausan yang
menyatakan bahwa bagian-bagian tertentu
kisah Kejadian harus
dimengerti secara harafiah,
termasuk pemunculan setan
dalam bentuk seekor ular. Kita
diajar harus menerima bahwa wanita pertama dibentuk dari pria pertama, ada
kesatuan seluruh manusia dalam
arti semua manusia
adalah keturunan dari pasangan pertama
itu. Mungkin pastor anda hasil didikan sebelum tahun 50-an, karena
memang begitulah yang diajarkan kepadanya. Akan tetapi pada
tahun 1955 Sekretaris Komisi
Kitab Suci Kepausan menyatakan
bahwa orang Katolik
kini bebas menanggapi pernyataan
Komisi yang dikeluarkan
sebelumnya, kecuali yang menyangkut soal iman dan susila.
Akan
tetapi mengenai Adam
dan Hawa malah semakin rumit karena dikeluarkannya
ensiklik Humani Generis oleh Paus Pius XII
pada tahun 1950. Beliau menyinggung teori polygenisme (manusia
yang sekarang hidup di
muka bumi berasal
dari banyak pasangan keluarga)
dan mengatakan "Sama sekali tidak jelas
bagaimana mungkin pendapat
semacam itu bisa didamaikan" dengan
apa yang telah
diajarkan sehubungan dengan dosa
asal. Ada yang
menafsirkan hal itu
sebagai kutukan atas teori
polygenisme, tetapi bukan
itu yang dinyatakan. Banyak
teolog berpikir bahwa
adanya banyak pasangan nenek moyang bisa didamaikan dengan ajaran
tentang dosa asal, bahkan dengan pandangan Paulus mengenai dosa yang masuk ke
dunia lewat satu orang (Rm 5). Mengherankan situasi ilmiah telah bergeser.
Kalau pada tahun 1950-an kebanyakan ilmuwan mendukung
teori polygenisme, kini penemuan genetik tampaknya menyarankan bahwa manusia berasal
dari sepasang nenek moyang.
Gagasan
tentang ada berapa
pasang nenek moyang, sebagian adalah isyu ilmiah. Maka kalau kita
membicarakannya dalam rangka religius,
kita harus waspada supaya tidak memihak kepada
salah satu pendapat
yang belum terbukti.
Maksud religius asli dalam kisah Adam dan Hawa adalah bahwa entah satu atau
banyak pasang nenek
moyang, mereka semua diciptakan oleh Tuhan. Tuhanlah yang
meniupkan roh kehidupan ke dalam diri mereka. Lebih jauh
lagi, mereka diciptakan baik, bukan
jahat. Bahkan kita
pun juga diciptakan baik bukan jahat. Namun dalam kemanusiaan ada
kecenderungan dasar dosa, yang melebihi
dosa pribadi yang
kita lakukan. Kecenderungan ke
arah yang jahat ini merupakan bagian dari kehancuran yang
dibawa oleh manusia kedalam dunia, bukan pemberian dari
Allah. Dengan begitu kita tetap menjaga
inti konsep dosa asal. Kita juga bisa merasakan betapa
bagusnya kisah sederhana Kitab
Suci tentang Adam
dan Hawa menyampaikan gagasan tentang dosa dan asal-usulnya.
Kiranya tidak ada cerita modern yang bisa menggantikannya. Ada jalan tengah antara
pendapat pastor anda
yang menekankan kesejarahan kisah
Adam dan Hawa dengan pernyataan, "Adam dan Hawa tidak pernah ada,"
yang merusak dan tidak tepat.
25.
Entah anda memandang kisah Adam dan Hawa secara harfiah atau secara
perumpamaan, tidakkah itu merugikan dalam arti menghina wanita?
Saya harus
hati-hati dalam menjawab pertanyaan
ini. Saya tidak ingin terperangkap
ke dalam isu feminisme yang
di luar kemampuan
saya baik sebagai ahli
Kitab Suci atupun sebagai lelaki. Saya kira kalau
dimengerti secara tepat, kisah
Kejadian itu tidak menghina wanita.
Memang ada beberapa
bagian Kitab Suci mengisyaratkan penghinaan
terhadap wanita, karena mengekspresikan kecurigaan
pada waktu itu
ditulis. Penciptaan perempuan dari salah satu tulang rusuk laki-laki seperti digambarkan
dalam Kej 2:21 tidak dimaksudkan untuk menunjukkan bahwa wanita
hanyalah makhluk kelas
dua yang diturunkan dari
pria. Jawaban Adam
pada Kej 2:23 yang mengatakan: "Tulang dari
tulangku dan daging dari dagingku" jelas menyatakan bahwa wanita dihargai sama dengan
pria. Ia bukan binatang atau ciptaan
yang lebih rendah.
Sasaran seluruh kisah penciptaan
sebenarnya merupakan argumen untuk menentang pendapat bahwa
wanita hanyalah barang-bergerak milik pria
yang boleh ditempatkan pada
tingkat yang lebih rendah. Kej 1:27 menyatakan bahwa dalam menciptakan manusia,
Tuhan menciptakannya laki-laki
dan perempuan menurut gambar-Nya. Di sini jelas bahwa
antara pria dan wanita ada persamaan derajat, serta bersama-sama
mereka membentuk citra Allah.
Ada baiknya sedikit mengetahui tentang status
wanita yang dianggap lebih
rendah di sekitar
negara-negara sekitar Israel dan
dalam praktek kehidupan di Israel sendiri. Dengan begitu orang akan lebih mudah memahami maksud
penulis kitab Kejadian yang mau mengoreksi perendahan derajat wanita
dan menentang teologi yang
merendahkan wanita. Jadi
pada dasarnya kisah penciptaan justru membuka cakrawala baru bagi para pengajar
dan pengkotbah. Kisah
itu menawarkan nilai-nilai dasar
tentang martabat wanita dan pria.
26.
Mari kita tinggalkan kisah Adam dan Hawa. Kalau cerita tadi diterima secara
simbolik atau perumpamaan, di mana kita harus berhenti? Apakah Abraham, Musa,
Daud atau Yeremia memang pernah ada? Menurut saya, dengan menjauhkan
kesejarahan Kitab Suci, anda telah masuk ke dalam persoalan yang rumit.
Pendekatan
harafiah memang lebih mudah.
Tetapi dalam hal kehidupan ada banyak persoalan rumit yang tidak dapat
diselesaikan dengan jawaban
yang sederhana saja. Saya beri contoh dari kehidupan sehari-hari. Orang
yang telah selesai membaca buku
pedoman memelihara rumah, waktu ingin memperbaiki suatu kerusakan
sering masih harus memanggil tukang, kalau tidak mau frustrasi. Mengapa? Ada
banyak kesulitan yang tidak terpikirkan sebelumnya. Hal serupa juga
terjadi dalam hubungan antara Tuhan dan manusia. Secara alami
kita sering jengkel terhadap urusan Tuhan dan manusia yang terasa rumit.
Kisah Abraham memang mempunyai latar
belakang sejarah umum, tetapi ia juga dihormati sebagai leluhur dua bangsa:
Israel dan Arab (Ismael). Karenanya, dalam
kisah itu, pasti
ada sifat allegoris. Kisah
Musa merupakan bagian dari suatu kisah kepahlawanan
nasional, yang di
dalamnya prestasi seorang tokoh
dan sejarah suatu bangsa
terjalin. Beberapa bagian kisah Daud
mungkin berasal dari
penulis biografi istana yang
hidup pada masa itu dan menulis dengan cukup objektif.
Di dalam ketiga kisah itu
memang ada sejarah, walau kadar dan rinciannya berbeda-beda. Kenyataan
seperti itu memang rumit. Kerumitan
serupa juga terdapat
dalam sejarah bangsa-bangsa modern. Kita harus menahan kebosanan kita
karena Tuhan tidak menyisihkan
sejarah Israel dariperubahan-perubahan yang menimpa
bangsa-bangsa lain.
27.
Bagaimana tentang penemuan-penemuan kepurbakalaan? Tidakkah mereka menegaskan
kesejarahan sebagian besar Kitab Suci?
Kepurbakalaan atau arkeologi memberi gambaran
macam-macam. Tentu penemuan-penemuan arkeologis telah membantu
menjelaskan kebiasaan-kebiasaan dalam Kitab Suci, situasi sosial dan lingkungan
fisik. Kita mendengar penemuan kota-kota dan
rumah-rumah tempat orang Israel
masa Kitab Suci
hidup. Bahkan penemuan arkeologis telah menjelaskan praktek-praktek dari
zaman Perjanjian Baru seperti penyaliban, penguburan atau jalan-jalan di Yerusalem
yang barangkali pernah dilewati Yesus.
Kendati demikian, kalau dituntut
untuk memberi kepastian dari suatu
kejadian dalam Kitab
Suci, penemuan-penemuan arkeologis tidak sependapat. Misalnya, pada
awal penggalian Yerikho, temuan
tembok yang dihancurkan bagi
banyak orang merupakan bukti penghancuran
tembok oleh Yosua.
Tetapi teknik yang lebih
baru menentukan bahwa kehancuran tembok terjadi jauh sebelum Yosua,
dan menunjukkan bahwa
Yerikho pada zaman Yosua
diduduki pun tidak. Beberapa tempat yang disebut dalam kisah Kitab Suci
waktu penyerbuan Israel
ke Palestina, dari
penggalian-penggalian
menunjukkan tanda kehancuran di masa yang oleh para ahli diyakini
sebagai masa Keluaran. Gagasan bahwa arkeologi membuktikan benarnya
Kitab Suci itu tidak tepat dan menyesatkan.
Kritik Kitab Suci
mengisyaratkan bahwa kisah-kisah yang ingin ditegaskan oleh para penggali
tidak seluruhnya historis. Maka
dari itu tidak mengherankan jika yang diceritakan
pun tidak didukung oleh arkeologi.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar