51. Apakah Septuaginta?
Septuaginta adalah terjemahan harfiah yang pertama. Ialah terjemahan Kitab Suci dari bahasa Ibrani ke dalam bahasa Yunani. Tetapi tidak hanya diterjemahkan, tetapi juga ditambahkan. Tambahan-tambahan itu sejauh diterima oleh Gereja disebut "deuterokanonika." Tetapi tidak hanya ada soal deuterokanonika, juga terjemahan dari teks Septuaginta sering memperlihatkan perbedaan yang cukup berarti dengan teks Ibrani asli. Disini perlu memperhatikan bahwa apa yang disebut teks asli adalah teks yang pada zaman Yesus oleh para rabbi Yahudi diakui sebagai teks asli. Maka di samping teks yang diakui itu masih ada teks-teks Ibrani yang lain yang pada dasarnya sama, tetapi di sana-sini mempunyai rumus yang agak berbeda. Juga gulungan-gulungan yang ditemukan di Qumran memperlihatkan perbedaan-perbedaan semacam itu. Pendek kata, teks yang dimanfaatkan oleh para pengarang Septuaginta, tidak seluruhnya tepat sama dengan teks Ibrani yang sekarang diakui sebagai teks yang resmi. Maka justru perbedaan-perbedaan itu yang sudah berasal dari th. 150 sebelum Masehi memperlihatkan kepada kita bagaimana keadaan Kitab Suci pada zaman itu, yakni suatu kumpulan dari karangan-karangan yang hidup di kalangan jemaat, yang pada dasarnya sama, tetapi tokh memberikan cukup kebebasan juga. Juga Septuaginta sebetulnya tidak ada dalam satu teks saja. Paling sedikit ada tiga teks Septuaginta. Terjemahan-terjemahan itu pada dasarnya sama, tetapi di sana-sini memperlihatkan perbedaan yang cukup menarik.
52. Apakah Vulgata?
Vulgata adalah terjemahan ke dalam bahasa latin oleh Santo Hieronymus. Latinnya cukup baik, tetapi oleh karena bahasa latin mempunyai susunan dan tatabahasa yang berbeda sekali dengan bahasa Yunani apalagi bahasa Ibrani, maka disana-sini Hieronymus menerjemahkan dengan sekaligus juga menafsirkan. Hal ini tidak bisa dihindari, dan oleh karena itu juga tidak mengherankan bahwa di kemudian hari Vulgata diperbaharui, diperbaiki. Dan ketika mulai dibuat terjemahan-terjemahan dalam bahasa-bahasa lain titik pangkalnya bukan lagi Vulgata melainkan teks asli.
53. Kapan Perjanjian Lama dan Perjanjian Baru menjadi satu buku?
Dengan terbitnya Vulgata, terjemahan Kitab Suci ke dalam bahasa latin: di situ PL dan PB menjadi satu buku. Pada th. 382 Santo Hieronymus diperintahkan oleh Paus Damasus untuk menterjemahkan Kitab Suci ke dalam bahasa latin. Sebab sudah ada dua terjemahan latin (Itala dan Vetus latina), tetapi kurang sesuai dengan teks asli. Pada th.383 Hieronymus sudah dapat menyerahkan terjemahan keempat Injil kepada Sri Paus. Dan tahun berikut ia selesai dengan seluruh Kitab Suci. Santo Hieronymus tidak hanya menerjemahkan PL tetapi PB juga, yang aslinya berbahasa Yunani. Dengan demikian untuk pertama kalinya PL dan PB menjadi satu buku. Dan buku itu diterbitkan dalam bahasa latin, untuk orang-orang kristiani yang tidak lagi tahu bahasa Yunani, khususnya untuk umat di Roma dan di Italia.
54. Dengan penterjemahan Kitab Suci dalam pelbagai bahasa, apakah tidak ada kesalahan dengan aslinya?
Sudah pasti ada kesalahan penerjemahan. Dan justru Gereja harus menjaga supaya sesedikit mungkin terjadi kesalahan. Tentu saja kesalahan-kesalahan yang besar biasanya tidak ada, karena dalam menerjemahkan Kitab Suci, tidak hanya dipakai teks asli tetapi juga dipakai aneka terjemahan yang lain yang sudah dibuat. Maka terjemahan baru selalu memanfaatkan terjemahan lama. Dan khususnya keberatan-keberatan terhadap terjemahan lama, yang mungkin salah atau kurang tepat, dalam terjemahan baru selalu diindahkan dan diperhatikan. Tetapi harus diingat bahwa bahasa senantiasa berkembang dan berubah, dan oleh karena itu senantiasa harus dibuat terjemahan yang baru.
Ambil dari Kitab Suci saja contoh, dulu dikatakan "satu Allah tiga oknum." Sekarang kata oknum itu jelek, dan dikatakan "satu Allah tiga pribadi." Ini tidak berarti bahwa kata oknum itu dulu salah. Karena dulu kata oknum sama dengan pribadi. Tetapi sekarang tidak lagi. Sekarang kata oknum mempunyai arti negatif, dan tidak bisa lagi dipakai untuk menerjemahkan pribadi ilahi.
55. Dengan diterjemahkan ke dalam bahasa lain, apakah isi Kitab Suci tidak berubah?
Ini memang merupakan kesulitan pokok dari segala macam penerjemahan. Sebetulnya tidak ada satu bahasa yang persis sama dengan bahasa yang lain. Semua bahasa mengungkapkan suatu kebudayaan tertentu, perasaan tertentu, cara berpikir tertentu, cara mengungkapkan tertentu. Dan oleh karena itu begitu saja menerjemahkan kata demi kata, tidak mungkin. Untuk Kitab Suci tidak mungkin; untuk teks-teks lain pun tidak mungkin. Sebab sementara menerjemahkan Kitab Suci, disana-sini orang juga harus menafsirkan Kitab Suci. Penafsiran itu mungkin mengandung unsur subjektif. Maka dari itu kesulitan pokok dalam menerjemahkan Kitab Suci, ialah bahwa dari satu pihak harus sedekat mungkin dengan teks asli, dan dari lain pihak harus sedekat mungkin dengan bahasa orang zaman sekarang. Terjemahan merupakan suatu jembatan antara teks asli (dalam bahasa Ibrani, Aram dan Yunani) dan pembaca sekarang, khususnya pembaca bahasa Indonesia.
Maka tidak hanya perlu mengetahui bahasa, juga harus mengetahui seluruh latar belakang dan teologi Kitab Suci, dan sebenarnya juga kebudayaan dan alam pikiran bahasa yang didalamnya Kitab Suci mau diterjemahkan, dalam hal ini bahasa Indonesia dan kebudayaan Indonesia.
56. Apakah kendala yang utama dalam menterjemahkan Kitab Suci dalam bahasa lain?
Sudah disinggung di atas, kendala utama adalah perbedaan zaman, perbedaan budaya, dan perbedaan situasi yang konkret. Sebetulnya untuk dapat menerjemahkan teks dengan baik perlu mengetahui latar belakang pengarang dan latar belakang orang yang membaca pada zaman itu. Tapi itupun tidak cukup. Harus diterjemahkan sedemikian rupa sehingga untuk zaman sekarang teks dari dulu menjadi jelas. Oleh karena itu perbedaan antara situasi dahulu dan situasi sekarang itulah kendala yang utama. Kendala kedua ialah bahwa sementara teks supaya dapat diterjemahkan harus ditafsirkan sekaligus. Dan seringkali dalam hal penafsiran ada perbedaan pendapat antara para ahli. Ini menyebabkan bahwa seringkali yang satu menerjemahkan begini, yang lain menerjemahkan begitu.
57. Mengapa ada terjemahan dalam bahasa dan tulisan Arab?
Sama saja halnya dengan semua terjemahan lain: itulah terjemahan bagi orang yang berbahasa Arab. Sudah sejak awal sejarah Gereja, Kitab Suci diterjemahkan dalam bahasa Suriah (Pesita) dan tidak lama kemudian juga ke dalam bahasa Arab yang tidak terlalu jauh dari bahasa Suriah.
58. Siapakah yang berhak membuat terjemahan Kitab Suci di Indonesia?
Disini perlu membedakan antara terjemahan resmi dan terjemahan perorangan. Setiap orang yang tahu bahasa Yunani dan Ibrani serta Aram boleh mencoba menerjemahkan Kitab Suci kedalam bahasa Indonesia. Tetapi terjemahan-terjemahan perorangan itu belum tentu diakui oleh Gereja sebagai terjemahan yang tepat/resmi. Dan oleh karena itu tidak boleh disebarkan atas nama Gereja. Dalam Kitab Suci yang resmi, pada halaman pertama dikatakan bahwa Alkitab, yaitu PL dan PB, adalah "terjemahan baru yang diselenggarakan oleh Lembaga Alkitab Indonesia ditambah dengan kitab-kitab Deuterokanonika yang diselenggarakan oleh Lembaga Biblika Indonesia"; dan dikatakan bahwa "terjemahan ini diterima dan diakui oleh Majelis Agung Waligereja Indonesia." Jadi tegasnya teks resmi yang diterima oleh Gereja Katolik Indonesia adalah terjemahan dari LAI, yakni lembaga Kitab Suci dari Gereja Protestan, ditambah dengan terjemahan "Deuterokanonika" yang diterjemahkan oleh LBI, yakni lembaga untuk Kitab Suci dari Gereja Katolik. Di samping teks Kitab Suci itu, ada juga terbitan-terbitan, baik dari PL maupun dari PB, yang mengambil alih teks tersebut tadi, tetapi lalu menambah pengantar serta catatan-catatan yang diambil (dan dimana perlu disadur) dari "La Bible de Jerusalem" edisi terbaru, dan itudialihbahasakan oleh LBI. Maka yang menjadi instansi resmi untuk terjemahan Kitab Suci yang diakui oleh Gereja Katolik ialah LBI. Tetapi Konperensi Waligereja Indonesia (KWI) mengambil kebijakan bahwa teks sendiri, sejauh tersedia, diambil alih dari Gereja Protestan, agar supaya Gereja di Indonesia mempunyai suatu "teks ekumenis."
59. LAI singkatan dari apa?
LAI = Lembaga Alkitab Indonesia, yakni lembaga penerbit buku-buku yang berkenaan dengan kitab suci di lingkungan Gereja Kristen Protestan. Lembaga ini berada di bawah Persekutuan Gereja-gereja Indonesia - PGI.
60. LBI singkatan dari apa?
Lembaga Biblika Indonesia, yaitu lembaga di lingkungan Konperensi Waligereja Indonesia yang bertugas mengembangkan upaya agar Kitab Suci lebih dihayati dan dipahami maknanya dalam kehidupan umat Katolik. LBI merupakan satu dari tiga buah lembaga di bawah Konperensi Waligereja Indonesia. (Di samping LK3I = Lembaga Katolik untuk Kesejahteraan Keluarga di Indonesia, dan LPPS = Lembaga Penelitian dan Pembangunan Sosial).
LBI dimulai oleh imam-imam Fransiskan untuk mengusahakan penerjemahan dan penerbitan Kitab Suci dan buku-buku tentang Alkitab, sejak 1956. Pada 1971 menjadi lembaga MAWI dengan maksud mengembangkan publikasi-publikasi di bidang Kitab Suci, menjalin hubungan dengan World Catholic Federation for Biblical Apostolate (yang berkedudukan di Jerman) dan dengan Lembaga Alkitab Indonesia (LAI), dalam usaha menerjemahkan, mengelola dan mendistribusikan Kitab Suci. Sekretariat LBI dibuka 1973 dengan ruang pameran bahan-bahan tentang Kitab Suci di Jl. Kramat, Jakarta. LBI berupaya supaya Kitab Suci benar-benar berperan di kehidupan umat Katolik di Indonesia antara lain dengan mengadakan pameran, pertemuan, terbitan, penataran, rekoleksi, kursus tertulis, Minggu Kitab Suci di paroki-paroki serta karangan di media massa. Alkitab sudah diterjemahkan dan diterbitkan secara komplit (dengan Deuterokanonika) bersama-sama dengan LAI sejak 1975. Lalu diterbitkan, PB dengan catatan kaki dan pengantar, atas dasar La Bible de Jerusalem sejak 1974; edisi 'PB (dan PL) dalam bahasa sehari-hari' diterbitkan sejak 1977 (80). Konsultasi Nasional Kerasulan Kitab Suci diadakan 1976 di Jakarta.
Septuaginta adalah terjemahan harfiah yang pertama. Ialah terjemahan Kitab Suci dari bahasa Ibrani ke dalam bahasa Yunani. Tetapi tidak hanya diterjemahkan, tetapi juga ditambahkan. Tambahan-tambahan itu sejauh diterima oleh Gereja disebut "deuterokanonika." Tetapi tidak hanya ada soal deuterokanonika, juga terjemahan dari teks Septuaginta sering memperlihatkan perbedaan yang cukup berarti dengan teks Ibrani asli. Disini perlu memperhatikan bahwa apa yang disebut teks asli adalah teks yang pada zaman Yesus oleh para rabbi Yahudi diakui sebagai teks asli. Maka di samping teks yang diakui itu masih ada teks-teks Ibrani yang lain yang pada dasarnya sama, tetapi di sana-sini mempunyai rumus yang agak berbeda. Juga gulungan-gulungan yang ditemukan di Qumran memperlihatkan perbedaan-perbedaan semacam itu. Pendek kata, teks yang dimanfaatkan oleh para pengarang Septuaginta, tidak seluruhnya tepat sama dengan teks Ibrani yang sekarang diakui sebagai teks yang resmi. Maka justru perbedaan-perbedaan itu yang sudah berasal dari th. 150 sebelum Masehi memperlihatkan kepada kita bagaimana keadaan Kitab Suci pada zaman itu, yakni suatu kumpulan dari karangan-karangan yang hidup di kalangan jemaat, yang pada dasarnya sama, tetapi tokh memberikan cukup kebebasan juga. Juga Septuaginta sebetulnya tidak ada dalam satu teks saja. Paling sedikit ada tiga teks Septuaginta. Terjemahan-terjemahan itu pada dasarnya sama, tetapi di sana-sini memperlihatkan perbedaan yang cukup menarik.
52. Apakah Vulgata?
Vulgata adalah terjemahan ke dalam bahasa latin oleh Santo Hieronymus. Latinnya cukup baik, tetapi oleh karena bahasa latin mempunyai susunan dan tatabahasa yang berbeda sekali dengan bahasa Yunani apalagi bahasa Ibrani, maka disana-sini Hieronymus menerjemahkan dengan sekaligus juga menafsirkan. Hal ini tidak bisa dihindari, dan oleh karena itu juga tidak mengherankan bahwa di kemudian hari Vulgata diperbaharui, diperbaiki. Dan ketika mulai dibuat terjemahan-terjemahan dalam bahasa-bahasa lain titik pangkalnya bukan lagi Vulgata melainkan teks asli.
53. Kapan Perjanjian Lama dan Perjanjian Baru menjadi satu buku?
Dengan terbitnya Vulgata, terjemahan Kitab Suci ke dalam bahasa latin: di situ PL dan PB menjadi satu buku. Pada th. 382 Santo Hieronymus diperintahkan oleh Paus Damasus untuk menterjemahkan Kitab Suci ke dalam bahasa latin. Sebab sudah ada dua terjemahan latin (Itala dan Vetus latina), tetapi kurang sesuai dengan teks asli. Pada th.383 Hieronymus sudah dapat menyerahkan terjemahan keempat Injil kepada Sri Paus. Dan tahun berikut ia selesai dengan seluruh Kitab Suci. Santo Hieronymus tidak hanya menerjemahkan PL tetapi PB juga, yang aslinya berbahasa Yunani. Dengan demikian untuk pertama kalinya PL dan PB menjadi satu buku. Dan buku itu diterbitkan dalam bahasa latin, untuk orang-orang kristiani yang tidak lagi tahu bahasa Yunani, khususnya untuk umat di Roma dan di Italia.
54. Dengan penterjemahan Kitab Suci dalam pelbagai bahasa, apakah tidak ada kesalahan dengan aslinya?
Sudah pasti ada kesalahan penerjemahan. Dan justru Gereja harus menjaga supaya sesedikit mungkin terjadi kesalahan. Tentu saja kesalahan-kesalahan yang besar biasanya tidak ada, karena dalam menerjemahkan Kitab Suci, tidak hanya dipakai teks asli tetapi juga dipakai aneka terjemahan yang lain yang sudah dibuat. Maka terjemahan baru selalu memanfaatkan terjemahan lama. Dan khususnya keberatan-keberatan terhadap terjemahan lama, yang mungkin salah atau kurang tepat, dalam terjemahan baru selalu diindahkan dan diperhatikan. Tetapi harus diingat bahwa bahasa senantiasa berkembang dan berubah, dan oleh karena itu senantiasa harus dibuat terjemahan yang baru.
Ambil dari Kitab Suci saja contoh, dulu dikatakan "satu Allah tiga oknum." Sekarang kata oknum itu jelek, dan dikatakan "satu Allah tiga pribadi." Ini tidak berarti bahwa kata oknum itu dulu salah. Karena dulu kata oknum sama dengan pribadi. Tetapi sekarang tidak lagi. Sekarang kata oknum mempunyai arti negatif, dan tidak bisa lagi dipakai untuk menerjemahkan pribadi ilahi.
55. Dengan diterjemahkan ke dalam bahasa lain, apakah isi Kitab Suci tidak berubah?
Ini memang merupakan kesulitan pokok dari segala macam penerjemahan. Sebetulnya tidak ada satu bahasa yang persis sama dengan bahasa yang lain. Semua bahasa mengungkapkan suatu kebudayaan tertentu, perasaan tertentu, cara berpikir tertentu, cara mengungkapkan tertentu. Dan oleh karena itu begitu saja menerjemahkan kata demi kata, tidak mungkin. Untuk Kitab Suci tidak mungkin; untuk teks-teks lain pun tidak mungkin. Sebab sementara menerjemahkan Kitab Suci, disana-sini orang juga harus menafsirkan Kitab Suci. Penafsiran itu mungkin mengandung unsur subjektif. Maka dari itu kesulitan pokok dalam menerjemahkan Kitab Suci, ialah bahwa dari satu pihak harus sedekat mungkin dengan teks asli, dan dari lain pihak harus sedekat mungkin dengan bahasa orang zaman sekarang. Terjemahan merupakan suatu jembatan antara teks asli (dalam bahasa Ibrani, Aram dan Yunani) dan pembaca sekarang, khususnya pembaca bahasa Indonesia.
Maka tidak hanya perlu mengetahui bahasa, juga harus mengetahui seluruh latar belakang dan teologi Kitab Suci, dan sebenarnya juga kebudayaan dan alam pikiran bahasa yang didalamnya Kitab Suci mau diterjemahkan, dalam hal ini bahasa Indonesia dan kebudayaan Indonesia.
56. Apakah kendala yang utama dalam menterjemahkan Kitab Suci dalam bahasa lain?
Sudah disinggung di atas, kendala utama adalah perbedaan zaman, perbedaan budaya, dan perbedaan situasi yang konkret. Sebetulnya untuk dapat menerjemahkan teks dengan baik perlu mengetahui latar belakang pengarang dan latar belakang orang yang membaca pada zaman itu. Tapi itupun tidak cukup. Harus diterjemahkan sedemikian rupa sehingga untuk zaman sekarang teks dari dulu menjadi jelas. Oleh karena itu perbedaan antara situasi dahulu dan situasi sekarang itulah kendala yang utama. Kendala kedua ialah bahwa sementara teks supaya dapat diterjemahkan harus ditafsirkan sekaligus. Dan seringkali dalam hal penafsiran ada perbedaan pendapat antara para ahli. Ini menyebabkan bahwa seringkali yang satu menerjemahkan begini, yang lain menerjemahkan begitu.
57. Mengapa ada terjemahan dalam bahasa dan tulisan Arab?
Sama saja halnya dengan semua terjemahan lain: itulah terjemahan bagi orang yang berbahasa Arab. Sudah sejak awal sejarah Gereja, Kitab Suci diterjemahkan dalam bahasa Suriah (Pesita) dan tidak lama kemudian juga ke dalam bahasa Arab yang tidak terlalu jauh dari bahasa Suriah.
58. Siapakah yang berhak membuat terjemahan Kitab Suci di Indonesia?
Disini perlu membedakan antara terjemahan resmi dan terjemahan perorangan. Setiap orang yang tahu bahasa Yunani dan Ibrani serta Aram boleh mencoba menerjemahkan Kitab Suci kedalam bahasa Indonesia. Tetapi terjemahan-terjemahan perorangan itu belum tentu diakui oleh Gereja sebagai terjemahan yang tepat/resmi. Dan oleh karena itu tidak boleh disebarkan atas nama Gereja. Dalam Kitab Suci yang resmi, pada halaman pertama dikatakan bahwa Alkitab, yaitu PL dan PB, adalah "terjemahan baru yang diselenggarakan oleh Lembaga Alkitab Indonesia ditambah dengan kitab-kitab Deuterokanonika yang diselenggarakan oleh Lembaga Biblika Indonesia"; dan dikatakan bahwa "terjemahan ini diterima dan diakui oleh Majelis Agung Waligereja Indonesia." Jadi tegasnya teks resmi yang diterima oleh Gereja Katolik Indonesia adalah terjemahan dari LAI, yakni lembaga Kitab Suci dari Gereja Protestan, ditambah dengan terjemahan "Deuterokanonika" yang diterjemahkan oleh LBI, yakni lembaga untuk Kitab Suci dari Gereja Katolik. Di samping teks Kitab Suci itu, ada juga terbitan-terbitan, baik dari PL maupun dari PB, yang mengambil alih teks tersebut tadi, tetapi lalu menambah pengantar serta catatan-catatan yang diambil (dan dimana perlu disadur) dari "La Bible de Jerusalem" edisi terbaru, dan itudialihbahasakan oleh LBI. Maka yang menjadi instansi resmi untuk terjemahan Kitab Suci yang diakui oleh Gereja Katolik ialah LBI. Tetapi Konperensi Waligereja Indonesia (KWI) mengambil kebijakan bahwa teks sendiri, sejauh tersedia, diambil alih dari Gereja Protestan, agar supaya Gereja di Indonesia mempunyai suatu "teks ekumenis."
59. LAI singkatan dari apa?
LAI = Lembaga Alkitab Indonesia, yakni lembaga penerbit buku-buku yang berkenaan dengan kitab suci di lingkungan Gereja Kristen Protestan. Lembaga ini berada di bawah Persekutuan Gereja-gereja Indonesia - PGI.
60. LBI singkatan dari apa?
Lembaga Biblika Indonesia, yaitu lembaga di lingkungan Konperensi Waligereja Indonesia yang bertugas mengembangkan upaya agar Kitab Suci lebih dihayati dan dipahami maknanya dalam kehidupan umat Katolik. LBI merupakan satu dari tiga buah lembaga di bawah Konperensi Waligereja Indonesia. (Di samping LK3I = Lembaga Katolik untuk Kesejahteraan Keluarga di Indonesia, dan LPPS = Lembaga Penelitian dan Pembangunan Sosial).
LBI dimulai oleh imam-imam Fransiskan untuk mengusahakan penerjemahan dan penerbitan Kitab Suci dan buku-buku tentang Alkitab, sejak 1956. Pada 1971 menjadi lembaga MAWI dengan maksud mengembangkan publikasi-publikasi di bidang Kitab Suci, menjalin hubungan dengan World Catholic Federation for Biblical Apostolate (yang berkedudukan di Jerman) dan dengan Lembaga Alkitab Indonesia (LAI), dalam usaha menerjemahkan, mengelola dan mendistribusikan Kitab Suci. Sekretariat LBI dibuka 1973 dengan ruang pameran bahan-bahan tentang Kitab Suci di Jl. Kramat, Jakarta. LBI berupaya supaya Kitab Suci benar-benar berperan di kehidupan umat Katolik di Indonesia antara lain dengan mengadakan pameran, pertemuan, terbitan, penataran, rekoleksi, kursus tertulis, Minggu Kitab Suci di paroki-paroki serta karangan di media massa. Alkitab sudah diterjemahkan dan diterbitkan secara komplit (dengan Deuterokanonika) bersama-sama dengan LAI sejak 1975. Lalu diterbitkan, PB dengan catatan kaki dan pengantar, atas dasar La Bible de Jerusalem sejak 1974; edisi 'PB (dan PL) dalam bahasa sehari-hari' diterbitkan sejak 1977 (80). Konsultasi Nasional Kerasulan Kitab Suci diadakan 1976 di Jakarta.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar